Nama : Diyana
Nim :
1415101031
Kelas/Semester :
Pendidikan Agama Islam (PAI) – C / 3 (tiga)
Mata Kuliah :
Akhlak Tasawuf
Dosen Pembimbing : Iwan
Ahenda, M.Ag.,
Tugas :
UTS Akhlak Tasawuf
Jawaban soal UTS Akhlak Tasawuf :
1.
Jelaskan
persamaan dan perbedaan akhlak dan tasawuf yang mengutip pendapat tokoh
sekurang-kurangnya 2 tokoh!
jawab :
a.
Abu
Muhammad Murta’isy mengatakan: Al-Tashawwuf husn al-khulq (Tasawuf
adalah watak yang baik).[1]
b.
Syaikh
Ahmad Zaaruq
Tasawuf
merupakan ilmu yang dapat memperbaiki hati anda dan menjadikannya semata-mata
karena Allah. Dengan hati itu, anda menggunakan fiqh dalam berislam untuk
memperbaiki amal dan menjaganya dalam batas-batas syari’at Islam sehingga
lahirlah kebijaksanaan.
c.
Syaikh
Islam ZakariaAl-Anshari
Tasawuf
ialah ilmu yang menerangkan tentang cara-cara mencuci bersih jiwa, memperbaiki
akhlak, dan membina kesejahteraan lahir serta batin untuk mencapai kebahagiaan
yang abadi.[2]
d.
Imam
Miskawaih
Suatu
tindakan yang mnerupakan Suatu tindakan yang merupakan cerminan dari diri
perilaku jiwa yang tertanam pada diri tersebut yang keluar tanpa melalui
pikiran dan pertimbangan.
e.
Muhammad
bin Ali asy-syarif al-jurjani
Akhlak
merupakan istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya
lahir perbuatan dengan mudah dan ringan, tidak perlu merenung dan berpikir.
Jadi dapat saya
simpulkan bahwa, akhlak dan tasawuf adalah hal yang saling berkaitanm dan mempunyai
kesamaan dalam subyeknya yaitu tingkah laku manusia. Disamping itu, akhlak dan
tasawuf mempunyai perbedaan, yaitu jika akhalak itu adalah tindakan manusia
yang merupakan cerminan dari penerapan ilmu tasawuf, sedangkan tasawuf adalah
ilmu yang mengantarkan kita untuk berakhlak sehingga kita dapat menerapkan
akhalak tersebut. Disamping itu, dalam pelaksanaannya akhlak mengatur hubungan
horizontal antara sesama manusia. Sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi
vertikal antara manusia dengan tuhannya. Akhlak menjadi dasar pelaksanaan
tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.
2.
Jelaskan
Pengertian Kesusilaan secara bahasa dan istilah, serta kemukakan contohnya pada
kehidupan keseharian! (jawaban harus mengutip sekurang-kuranya kepada 2 buku
dan sebutkan identitas buku tersebut! ).
Jawab :
Secara bahasa, kesusialaan
berasal dari kata “susila” yang mendapat awalan ke- dan akhiran –an. Susila
brasal dari bahasa sansekerta, yaitu su dan sila. Su
berarti baik, bagus. Sedangkan sila berrati dasar, prinsip, peraturan hidup atau
norma.[3]
Dengan demikan, secara istilah makna susila menunjukkan
kepada aturan-aturan dasar hidup (sila) yang lebih baik dan mulia (su).
Kesusilaan bermaksud memberikan bimbingan tentang perilaku manusia yang baik.
Kesusilaan menggambarkan keadaan, dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai
yang dipandang baik.[4]
Disamping itu, kesusilaan adalah peraturan sosial yang bersumber
dari hati nuraniyang menghasilkan akhlak. Norma kesusilaan merupakan norma yang
mengatur hidup manusia yang berlaku secara umum dan bersumber dari hati nurani
manusia, dengan bertujuan untuk mewujudkan keharmonisan hubungan antara
manusia.
Lawan dari asusila (a berarti tidak atau tuna), karenanya para
pelacur sering disebut juga dengan wanita tuna susila, dan perbuatannya disebut
dengan perbuatan asusila. Selain itu, susila juga berrati sopan, beradab, baik
budi bahasanya,. Sehingga kesusilaan berrati kesopanan.
Contoh dari norma kesusilaan ialah bertindak dan berperilaku jujur,
meminta maaf bila melakukan kesalahan, berpakaian sesuai dengan situasi dan
kondisi,berbicara hal-hal yang baik, menghormati orang yang lebih tua dan
menghargai yang muda, tidak mengambil hak-hak orang lain, dan lain sebagainya.
Bentuk pelanggaran kesusilaan merupakan pengingkaran terhadap hati nurani.
Sanksi dari pada norma ini muncul dalam bentuk pengucilan secara fisik,
mislanya dipenjara, atau diusir. Secara batinnya yaitu dengan cara penyesalan,
rasa malu, dan kegelisahan.[5]
3.
Bagaimana
memberikan penilaian terhadap perbuatan baik sebagai implementasi dari akhlak
terpuji. Kemukakan tentang dalil berbuat baik dari a-Qur’an sekurang-kuranya 5
ayat disertai penjelasan tafsirnya dan lengkapilah dengan dalil hadits
sekurang-kurangnya 3 hadits disertai dengan asbabul wurudnya. Jawaban dibuat
dengan merujuk kepada 2 sumber kitab tafsir dan 2 kitab hadits, sebutkan
identitas kitab keduanya!
Jawab :
Penilaian dilakukan dengan melalui hati nurani, rasio(akal), adat
(kebiasaan), pandangan masing-masing individu, dan norma agama.
Dalil berbuat baik dari Al-qura’an :
a.
Q.S
al-Isra ayat 7
إِنْ
أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإذَا جَاءَ
وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوْءُوا وُجُوْهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا
دَخُوْلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِرً ا { }
“Jika kamu berbuat baik (berrati) kamu berbuat baik pada dirimu
sendiri, dan jika kamu apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang
kedua,(Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan
mereka masuk kedalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali
pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”.
Penjelasan:
Artinya jika kalian berbuat kejahatan, maka akibatnya akan menimpa
diri kalian sendiri, makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِه وَمَنْ اَسَآءَفَعَلَيْهَا. (الفصلت: )
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, maka (pahalanya) untuk
dirinya sendiri, dan barang siapa yang berbuat jahat, maka (dosanya) atas
dirinya sendiri. (Q.S al-Fushshilat: 46)
Adapun firman Allah swt:
فَإذَا
جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ
“Dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (al-Isra: 7)
Maksudnya, apabila kalian melakukan
kerusakan untuk yang kedua kalinya, maka akan datang musush-musuh kalian.
لِيَسُوْءُوا
وُجُوْهَكُمْ
“untuk menyuramkan muka-muka kalian, (al-Isra: 7)
Mereka (musuh-musuh kalian) datang untuk
menghina dan menindas kailan.
وَلِيَدْخُلُوا
الْمَسْجِدَ
“dan mereka masuk kedalam masjid. (al-Isra: 7)
Yaitu masjid disinin adalah Masjid Baitul
Maqdis.
كَمَا
دَخُوْلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ
“sebagaimana musuh-musuh kalian memasukinya
pada yang pertama kali. (al-Isra: 7)
Yakni mereka akan merajalela di
kampung-kampung kalian.
وَلِيُتَبِّرُوا
“dan untuk membinasakan. (al-Isra: 7)
Maksudnya, melakukan penghancuran dan
pengrusakan terhadap:
مَا
عَلَوْا تَتْبِرً ا
“apa saja yang mereka kuasai
sehabis-habisnya”. (al-Isra: 7)
Yakni segala sesuatu yang mereka kuasai
dihancurkan dan dirusak oleh mereka.[6]
b. Q.S An-Nisa ayat 36
وَاعْبُدُوا اللّهَ وَلَاتُشْرِكُوْا بِهِ شَيْءًا
وَّبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًاوَّبِذِى الْقُرْبى وَالْيَتَمى وَالْمَسَاكِيْنَ
وَالْجَارِذِىالْقُرْبى وَالْجَارِالجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ
السَّبِلِ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَنُكُمْ إِنَّ اللّهَ لَايُحِبُّ مَنْ كَانَ
مُحْتَا لًا فَخُوْرً ا { }
“Dan beribadahlah kamu
kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Berbuat
baiklah kepada orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
suka membangga-banggakan diri. (Q.S An-Nisa (4) : 36)
Penjelasan:
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang
ayat ini, “kemuadian (setelah menyeru bertauhid), Allah swt juga memberi wasiat
untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Karena, Allah telah menjadikan
mereka berdua sebagai sebab keluarnya engkau dari “tidak ada” menjadi “ada”.
Dan banyak sekali Allah menggandengkan perintah beribadah kepada-Nya dengan
berbuat baik kepada kedua orang tua”. (Tafsir al-Qur’an al-Azhim: I/ 611).
Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy
hafizhohullah, “ Di dalam ayat ini Allah ta’ala telah memerintahkan kaum
mukminin untuk beribadah kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya. Didalamnya juga
terdapat perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, dengan cara
memahtuhi mereka dalam perbuatan ma’ruf, berbuat baik kepada mereka dan
mencegah berbagai bahaya dari mereka”.[7]
c. Q.S al-Baqarah: 195
Yang artinya:
“Dan belanjakan (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
(Q.S al-Baqarah (2) : 195)
Penjelasan:
Makna ayat diatas ialah perintah untuk membelanjakan
harta di jalan Allah dan semua jalan taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah)
dan taat kepada-Nya, khususnya membelanjakan harta untuk memerangi musuh,
kemudian mengalokasikannya untuk sarana dan bekal untuk meperkuat kaum muslim
dalam menghadapi musuh-musuh mereka. Melalui ayat ini Allah memberitakan kepada
mereka bahwa jika hal ini ditinggalkan, maka akan berakibat kepada kehancuran
dan kebinasaan bagi orang yang tidak mau membelanjakan hartanya untuk tujuan
tersebut. Kemudian di-‘ataf-kan kepada perintah berbuat baik, yang mana hal ini
merupakan amal ketaatan yang paling tinggi. Untuk itu Allah swt berfirman:
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ (البقرة
: )
“Dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. (Q.s
Al-Baqarah : 195)[8]
d. Q.S al-Zalzalah ayat 7 & 8
Yang artinya:
7) Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat
dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
8) dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.
Penjelasan:
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Hasan
dari Sha’sha’ah bin Mu’awiyah paman al-Farazdaq bahwa dia pernah datang
menjumpai Nabi saw, lalu membecakan kepadanya ayat, dari 7-8 surat al-zalzalah
diatas, Rasulullah SAW mengatakan: “Cukuplah ayat ini bagiku. Aku tak
perduli, sekalipun aku tidak mendengarkan yang lainnya”.
Diterangkan dalam shahih Bukhari dari Adi secara
marfu’,
قل عليه الصَّلَاةُ وَالسَّلَام : اتَّقُوا النار ولوْ
بِشِقِّ تَمْرَةٍ , فَإِنء لَمْ تجدوا فبكلمةٍ طَيِّبَةٍ.
“Peliharalah dirimu
dari sentuhan api neraka sekalipun hanya dengan separoh kurma, maka jika kalian
tidak melakukannya, lakukanlah oleh kalian walau dengan membaca kalimat
thayyibah” (HR Bukhari, 10: 550; Muslim 2: 704, Fathul Baari, 3: 332)
Diriwayatkan Muslim, Nabi saw bersabda:
“Janganlah kalian meremehkan perbuatan baik apapun,
sekalipun berupa pencurahan air dari embermu ke dalam bejana orang yang meminta
air darimu, atau engkau menemui saudaramu dengan wajah yang ceria-berseri” (HR Muslim 4: 20, 26)[9]
Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsirnya menegaskan “ayat
ini telah menyatakan bahwa segala amalan dan usaha, baik maupun buruknya, besar
dan kecilnya akan dinilai oleh Tuhan. Baik yang berbuatnya itu orang yang
beriman maupun kafir. Tegasnya lagi, amal kebaikan orang kafir dihargai Tuhan,
meskipun dia dengan demikian tidak terlepas dari pada hukuman kekafirannya”.
Beliau mengemukkan sebuah ayat di dalam surat al
anbiya ayat 47: “Bahwa di hari kiamat itu alat-alat penimbang akan
diletakkan dengan sangat adil, sehingga tidak ada satu diri pun yang teraniaya,
walaupun sebesar biji dari pada hama (telur hama), semuanya akan
dipertimbangkan”.
Dengan demikian orang yang telah mengaku beriman kepada
Allah dan Rasul pun begitu. Meskipun dia telah mengaku beriman, namun dosa atau
kesalahannya pun akan dipertimbangkan dan diperlihatkan.[10]
4.
Jelaskan
upaya penanggulangan keburukan akhlak, jawaban harus merujuk kepada 3 buku yang
berbeda dan sebutkan identitas buku tersebut!
Jawab :
Kholid bin Hamid al-Hazimi mengajukan konsep mengenai penanggulangan
akhlak yang buruk, antara lain yaitu:
Menyebarluaskan ilmu agama, menerapkan secara konsisten sanksi
hukum agama, menghidupkan kegiatan-kegiatan sosial agama di masjid,
memberdayakan sarana informasi, memperluas wawasan pemikiran, berupaya untuk
menjaga dan membenahi diri masing-masing warga negara dan bergaul dengan orang
baik perilakunya.
Metode tersebut sudah ada tuntunanya dalam agama, sehingga
kehidupan manusia dapat diarahkan kepada hal-hal yang baik, serta yang berguna
untuk menjaga kelangsunagan hidup dengan sesama manusia.
Ilmu agama memberikan tuntunan tentang sesuatu yang diperintahkan
oleh Allah swt dan sesuatu yang dilarang-Nya, mengerti ilmu agama berarti
mengerti juga cara hidup yang penuh dengan cahaya, yakni masa depan yang menjanjikan,
tetapi sebaliknya, jika kita tidak mengerti ilmu agama, berarti kita tak
mengerti cara hidup yang menjanjikan.
Contoh dari nilai pendidikan yang diserap oleh generasi muda di
masjid yang dapat mempengaruhi kepribadian masing-maisng individu, yaitu antara
lain:
a.
Ada
nilai kebersamaan yang ditunjukkan dalam sholat berjamaah.
b.
Ada
gerakan dari satu komando yang secara lansgung ditunjukkam oleh imam shalat.
c.
Ada
unsur demokrasi yangs sering ditunjukkkan
d.
Ada
unsusr pengetahuan dan informasi yang dapat diserap oelh para generasi muda
dari khutbah jum’at yang diikuti.
e.
Ada
do’a bersama yang dipimpin oleh imam.
Sarana informasi berupa media masa yang sangat membantu untuk
mempercepat peranan sikap perilaku baik remaja, karena sarana informasi
tersebut dapat menayangkan segala macam berita. Maka sebaiknya, ada sarana
informsi yang menayangkan sesuatu yang misinya mendidik para generasi muda.
Wawasan keilmuan dan pengetahuan yang diperoleh oleh generasi dari
pelajaran dan pengalaman hidupnya, lalu mampu menyikapi sesuatu secara cermat.
Denag itu, ia sudah bisa mempertimbangkan sesuatu yang akan dikerjakan.
Selanjutnya, ilmu tasawuf menganjurkan kepada manusia agar selalu
mengurangi hal-hal yang disenangi oleh nafsu, antara lain dengan mengurangi
bicara yang tidak berfaedah dengan cara merenung, mengurangi makan dan minum
dengan cara berpuasa, mengurangi tidur dengan cara bertahjud, sehingga tidak
akan ada lagi kesempatan bagi nafsu untuk mempengaruhi manusia dalam melakukan
tindakan atau hal-hal yang buruk.[11]
5.
Jelaskan
faktor pendorong akhlak mulia, jawaban harus merujuk kepada 3 buku yang berbeda
dan sebutkan identitas buku tersebut!
Jawab :
Dalam penjelasan mengenai faktor-faktor yang mendorong pembentukan
akhlak, ada 3 aliran yang sudah sangat populer, yakni aliran nativisme, aliran
empirisme, dan aliran konveregensi.
Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam
pemebentukan diri seseorang adalah faktor bawaan dari dalam yang bentuknya
dapat berupa kecenderungan, bakat akal, dan lain sebagainya. Jika seseorang
sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan pada yang baik, maka dengan
sendirinya orang tersebut akan menjadi baik.
Menurut Hamzah Ya’kub, faktor-faktor yang mempengaruhi atau faktor
yang mendorong terbentuknya akhlak dan moral yang mulia, pada dasarnya
dipengaruhi dan ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor intern (dari
dalam) dan faktor ekstern (dari luar).[12]
a.
Faktor
Intern
Faktor
ini merupakan faktor yang datang dari diri sendiri. Maksudnya fitrah yang suci
merupakan bakat bawaan sejak manusia tersebut lahir dan mengandung pengertian
tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruh-pengaruh luarnya.
Setiap
anak yang lahir ke dunia ini, ia berarti telah memiliki naluri keagamaan yang
nantinya akan mempengaruhi dirinya seperti unsur-unsur yang ada dalam dirinya
yang turut membentuk akhlak atau moral, diantaranya adalah:
1)
Naluri
(Insting)
Naluri
merupakan kesanggupan untuk melakukan hal-hal yang kompleks tanpa latihan
terlebih dahulu, terarah pada tujuan yang berarti bagi si subyek, tidak
disadari dan berlangsung secara mekanis.[13]
Ahli-ahli
psikologi menerangkan berbagai naluri yang ada pada manusia, yang menjadi
pendorong tingkah lakunya, antara lain naluri makan, naluri berjodoh, naluri
keibu-bapakan, naluri berjuang, naluri bertuhan dan lain sebagainya.[14]
2)
Kebiasaan
Kebiasaan
merupakan salah satu faktor terpenting dalam pembentukan akhlak. Kebiasan
adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudah untuk
dikerjakan. Kebiasaan dipandang sebagai fitrah yang kedua setelah nurani,
karena 99% perbuatan manusia terjadi karena kebiasaan. Misalnya makan, minum,
mandi, cara berpakaian. Hal tersebut merupakan kebiasaan yang sering
diulang-ulang.
3)
Keturunan
Ahmad
Amin mengatakan bahwa perpindahan sifat-sifat tertentu, dari orang tua kepada
keturunannya, ada yang bersifat langsung terhadap anakanya dan tidak langsung
terhadap anaknya, misalnya terhadap cucunya. Misalnya, ayahnya adalah seorang
pahlawan, belum tentu anaknya menjadi seorang yang pemberani bagaikan pahlawan,
bisa saja sifat tersebut turun kepada cucunya.
4)
Keinginan
atau kemauan keras
Salah
satu kekuatan yang yang berlindung dibalik tingkah laku manusia adalah kemauan
keras atau kehendak. Kehendak ini merupakan suatu fungsi jiwa untuk dapat
mencapai sesuatu. Kehendak adalah kekuatan yang timbul dari dalam diri
seseorang, hal itulah yang dapat mengerakakan manusia untuk berbuat dengan
sungguh-sungguh. Misalnya, seseorang dapat bekerja sampai larut malam dan pergi
untuk menuntut ilmu di negeri yang jauh berkat kekuatan ‘azam (kemauan
keras).
Dengan
demikian, seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang berat dan hebat, sehingga
memuat pandangan orang lain karena digerakkan oleh kehendak tersebut. Dari
kehendak itulah, akan muncul niat yang baik dan yang buruk, sehingga tingkah
laku tersebut menjadi baik dan buruk karennya.
5)
Hati
nurani
Dalam
diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu-waktu memberikan isyarat
apabila tingkah laku manusia tersebut berada diambang bahaya dan keburukan,
kekuatan tersebuat adalah “suara batin” atau “suara hati” yang dalam bahasa
arab disebut dengan “dha mir”. Dalam bahasa inggris disebut “conscience”.
Sedangkan “conscience” adalah sistem nilai moral seseorang, kesadaran
akan benar dan salah dalam tingkah laku.
Adapaun
fungsi hati nurani ini adalah, memperingati bahayanya perbuatan buruk dan
berusaha untuk mencegahnya. Jika sesorang terjerumus melakukan keburukan, maka
batin merasa menyesal, dan selain memberikan isyarat untuk mencegah dari
keburukan, juga memberikan kekuatan yang mendorong manusia untuk melakukan
perbuatan yang baik. Oleh karena itu, hati nurani termasuk salah satu faktor
yang ikut membentuk akhlak manusia.
b.
Faktor
Ekstren
Faktor
ini merupakan faktor yang datang dari luar, faktor ekstern ini dapat
mempengaruhi kelakuan atau perbuatan manusia, antara lain yaitu:
1)
Lingkungan
Salah
satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang adalah lingkungan.
2)
Pengaruh
Keluarga
Setelah
manusia lahir, maka akan terlihat dengan jelas fungsi keluarga dalam pendidikan
yang memberikan pengalaman kepada anak, baik melalui penglihatan atau pembinaan
menuju terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang lain.
Dengan
demikian, orang tua (keluarga) merupakan pusat kehidupan rohani sebagai
penyebab perkenalan dengan alam luar tentang sikap, cara berbuat, serta
pemikirannya di hari kemudian. Dengan kata lain, keluarga yang melaksanakan
pendidikan akan memberikan pengaruh yang besar dalam pembentukan akhlak.
3)
Pengaruh
Sekolah
Sekolah
merupakan pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga, dimana sekolah dapat
mempengaruhi akhlak seorang anak. Didalam sekolah berlangsung beberapa bentuk
dasar dari kelangsungan pendidikan,. Pada umumnya yaitu pembentukan sikap-sikap
dan kebiasaan, belajar bekerja sama dengan kawan sekelompok melaksanakan
tuntunan-tuntunan dan contoh yang baik, dan belajar menahan diri dari
kepentingan orang lain.
4)
Pendidikan
Masyarakat
Ahmad D.
Marimba mengatakan: “Corak dan ragam yang dialami seseorang dalam masyarakat
banyak sekali.hal ini, meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan.
Kebiasaan pengertian (pengetahuan), sikap dan minat maupun pembentukan
kesusilaan dan keagamaa”.[15]
Daftar
Referensi buku:
Nomor 1 :
·
Zaprulkhan,
Ilmu Tasawuf: Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016),
hal. 7
·
Samsul
Munir Amin. Ilmu Tasawuf, (Jakarta: AMZAH,2012 cetakan ke 1), hal. 7-8
Nomor 2 :
·
Dari
Buku Akhlak tasawuf dan Karakter mulia edisi revisi, pengarang: Prof. Dr. H.
Abuddin Nata, M.A., halaman 81
·
Dari
Buku Ethika Masyarakat Indonesia, pengarang: M. Said, halaman 23
Nomor 3 :
·
Al-Imam
Abdul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir: Juz 15
(Al-Isra 1 s.d. Al-Kahfi 74), hal. 115-117
·
Asyar
at-Tafasir: I/ 477 oleh asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy, penerbit Dar
Maktabah al-Ulum wa al-Hikam Madinah al-Munawwaroh cetakan pertama tahun 1415
H.
·
Rudy
Abu Azka. 2015. Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 195. Di akses dari www.ibnukatsironline.com pada tanggal 07 November 2016 pukul 09:58 WIB
·
Abu
Fahmi. 2011. “Tafsir Surat Al-Zalzalah”. Di akses dari http://mahad-ib.blogspot.co.id pada tanggal 07 November 2016 pukul 10.33 WIB dikutip dari
·
Cah cepu, “al-zalzalah ayat 3-8
dikutip dari Tafsir Al azhar yang dikarang oleh Buya Hamka”. Di akses dari http://cahcepu.com pada tanggal 07 November 2016 pukul 09.40 WIB
·
Hadits Arbain An-Nawawiyah terjemah
perkata dan penjelasan yang disusun oleh tim penyusun Islamadina, Cetakan ke 1,
Rabi’ul Awal 1435/ Januari 2014 M
Nomor 4 :
·
Diakses dari http://pematangteba.blogspot.co.id
pada tanggal 07 November 2016 pukul 07.50
Nomor 5 :
·
Ahmad D. Marimba, Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif 1987), hlm. 63
·
Kartini Kartono, Psikologi Umum,
(Bnadung: Mandar Maju, 1996) hlm. 100
·
Hamzah Ya’kub, Etika Islam,
(Bandung: Di ponegoro, 1993), hlm. 11
[1]
Zaprulkhan, Ilmu
Tasawuf: Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hal. 7
[3] M.Said, Etika
masyarakat indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976) hlm. 23
[4] Nata, Abuddin.
Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia” Edisi revisi, (Jakarata: PT Raja grafindo
Persada, 2013), hlm.81
[6]
Al-Imam Abdul
Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir: Juz 15 (Al-Isra 1
s.d. Al-Kahfi 74), hal. 115-117
[7]
Asyar
at-Tafasir: I/ 477 oleh asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy, penerbit Dar
Maktabah al-Ulum wa al-Hikam Madinah al-Munawwaroh cetakan pertama tahun 1415
H.
[8]
Abu Azka, Rudy.
2015. Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 195. Di akses dari www.ibnukatsironline.com pada tanggal 07 November 2016 pukul 09:58 WIB
[9]
Fahmi, Abu.
2011. “Tafsir Surat Al-Zalzalah”. Di akses dari http://mahad-ib.blogspot.co.id pada tanggal 07 November 2016 pukul
10.33 WIB
[10]
Cah cepu, “al-zalzalah
ayat 3-8 dikutip dari Tafsir Al azhar yang dikarang oleh Buya Hamka”. Di
akses dari http://cahcepu.com pada tanggal 07 November 2016 pukul 09.40 WIB
[11]
Diakses dari http://pematangteba.blogspot.co.id
pada tanggal 07 November 2016 pukul 07.50
[12] Hamzah Ya’kub,
Etika Islam, (Bandung: Di ponegoro, 1993), hlm. 11
[13] Kartini
Kartono, Psikologi Umum, (Bnadung: Mandar Maju, 1996) hlm. 100
[15] Ahmad D.
Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif
1987), hlm. 63
Tidak ada komentar:
Posting Komentar