Sutejo Ibnu Pakar

Senin, 07 November 2016

UTS Akhlak Tasawuf



Nama                           : Diyana
Nim                             : 1415101031
Kelas/Semester            : Pendidikan Agama Islam (PAI) – C / 3 (tiga)
Mata Kuliah                : Akhlak Tasawuf
Dosen Pembimbing     : Iwan Ahenda, M.Ag.,
Tugas                           : UTS Akhlak Tasawuf

















Jawaban soal UTS Akhlak Tasawuf :
1.      Jelaskan persamaan dan perbedaan akhlak dan tasawuf yang mengutip pendapat tokoh sekurang-kurangnya 2 tokoh!
jawab :
a.       Abu Muhammad Murta’isy mengatakan: Al-Tashawwuf husn al-khulq (Tasawuf adalah watak yang baik).[1]
b.      Syaikh Ahmad Zaaruq
Tasawuf merupakan ilmu yang dapat memperbaiki hati anda dan menjadikannya semata-mata karena Allah. Dengan hati itu, anda menggunakan fiqh dalam berislam untuk memperbaiki amal dan menjaganya dalam batas-batas syari’at Islam sehingga lahirlah kebijaksanaan.
c.       Syaikh Islam ZakariaAl-Anshari
Tasawuf ialah ilmu yang menerangkan tentang cara-cara mencuci bersih jiwa, memperbaiki akhlak, dan membina kesejahteraan lahir serta batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.[2]
d.      Imam Miskawaih
Suatu tindakan yang mnerupakan Suatu tindakan yang merupakan cerminan dari diri perilaku jiwa yang tertanam pada diri tersebut yang keluar tanpa melalui pikiran dan pertimbangan.
e.       Muhammad bin Ali asy-syarif al-jurjani
Akhlak merupakan istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya lahir perbuatan dengan mudah dan ringan, tidak perlu merenung dan berpikir.
Jadi dapat saya simpulkan bahwa, akhlak dan tasawuf adalah hal yang saling berkaitanm dan mempunyai kesamaan dalam subyeknya yaitu tingkah laku manusia. Disamping itu, akhlak dan tasawuf mempunyai perbedaan, yaitu jika akhalak itu adalah tindakan manusia yang merupakan cerminan dari penerapan ilmu tasawuf, sedangkan tasawuf adalah ilmu yang mengantarkan kita untuk berakhlak sehingga kita dapat menerapkan akhalak tersebut. Disamping itu, dalam pelaksanaannya akhlak mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia. Sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertikal antara manusia dengan tuhannya. Akhlak menjadi dasar pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.















2.      Jelaskan Pengertian Kesusilaan secara bahasa dan istilah, serta kemukakan contohnya pada kehidupan keseharian! (jawaban harus mengutip sekurang-kuranya kepada 2 buku dan sebutkan identitas buku tersebut! ).
Jawab :

Secara bahasa, kesusialaan berasal dari kata “susila” yang mendapat awalan ke- dan akhiran –an. Susila brasal dari bahasa sansekerta, yaitu su dan sila. Su berarti baik, bagus. Sedangkan sila berrati dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma.[3]
Dengan demikan, secara istilah makna susila menunjukkan kepada aturan-aturan dasar hidup (sila) yang lebih baik dan mulia (su). Kesusilaan bermaksud memberikan bimbingan tentang perilaku manusia yang baik. Kesusilaan menggambarkan keadaan, dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.[4]
Disamping itu, kesusilaan adalah peraturan sosial yang bersumber dari hati nuraniyang menghasilkan akhlak. Norma kesusilaan merupakan norma yang mengatur hidup manusia yang berlaku secara umum dan bersumber dari hati nurani manusia, dengan bertujuan untuk mewujudkan keharmonisan hubungan antara manusia.
Lawan dari asusila (a berarti tidak atau tuna), karenanya para pelacur sering disebut juga dengan wanita tuna susila, dan perbuatannya disebut dengan perbuatan asusila. Selain itu, susila juga berrati sopan, beradab, baik budi bahasanya,. Sehingga kesusilaan berrati kesopanan.
Contoh dari norma kesusilaan ialah bertindak dan berperilaku jujur, meminta maaf bila melakukan kesalahan, berpakaian sesuai dengan situasi dan kondisi,berbicara hal-hal yang baik, menghormati orang yang lebih tua dan menghargai yang muda, tidak mengambil hak-hak orang lain, dan lain sebagainya. Bentuk pelanggaran kesusilaan merupakan pengingkaran terhadap hati nurani. Sanksi dari pada norma ini muncul dalam bentuk pengucilan secara fisik, mislanya dipenjara, atau diusir. Secara batinnya yaitu dengan cara penyesalan, rasa malu, dan kegelisahan.[5]


















3.      Bagaimana memberikan penilaian terhadap perbuatan baik sebagai implementasi dari akhlak terpuji. Kemukakan tentang dalil berbuat baik dari a-Qur’an sekurang-kuranya 5 ayat disertai penjelasan tafsirnya dan lengkapilah dengan dalil hadits sekurang-kurangnya 3 hadits disertai dengan asbabul wurudnya. Jawaban dibuat dengan merujuk kepada 2 sumber kitab tafsir dan 2 kitab hadits, sebutkan identitas kitab keduanya!
Jawab :
Penilaian dilakukan dengan melalui hati nurani, rasio(akal), adat (kebiasaan), pandangan masing-masing individu, dan norma agama.
Dalil berbuat baik dari Al-qura’an :
a.       Q.S al-Isra ayat 7
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوْءُوا وُجُوْهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخُوْلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِرً ا {  }
“Jika kamu berbuat baik (berrati) kamu berbuat baik pada dirimu sendiri, dan jika kamu apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua,(Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk kedalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”.
Penjelasan:
Artinya jika kalian berbuat kejahatan, maka akibatnya akan menimpa diri kalian sendiri, makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِه وَمَنْ اَسَآءَفَعَلَيْهَا. (الفصلت:   )
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang berbuat jahat, maka (dosanya) atas dirinya sendiri. (Q.S al-Fushshilat: 46)
Adapun firman Allah swt:
فَإذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ
“Dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (al-Isra: 7)
Maksudnya, apabila kalian melakukan kerusakan untuk yang kedua kalinya, maka akan datang musush-musuh kalian.
لِيَسُوْءُوا وُجُوْهَكُمْ
“untuk menyuramkan muka-muka kalian, (al-Isra: 7)
Mereka (musuh-musuh kalian) datang untuk menghina dan menindas kailan.
وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ
“dan mereka masuk kedalam masjid. (al-Isra: 7)
Yaitu masjid disinin adalah Masjid Baitul Maqdis.
كَمَا دَخُوْلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ
“sebagaimana musuh-musuh kalian memasukinya pada yang pertama kali. (al-Isra: 7)
Yakni mereka akan merajalela di kampung-kampung kalian.
وَلِيُتَبِّرُوا
“dan untuk membinasakan. (al-Isra: 7)
Maksudnya, melakukan penghancuran dan pengrusakan terhadap:
مَا عَلَوْا تَتْبِرً ا
“apa saja yang mereka kuasai sehabis-habisnya”. (al-Isra: 7)
Yakni segala sesuatu yang mereka kuasai dihancurkan dan dirusak oleh mereka.[6]
b.      Q.S An-Nisa ayat 36
وَاعْبُدُوا اللّهَ وَلَاتُشْرِكُوْا بِهِ شَيْءًا وَّبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًاوَّبِذِى الْقُرْبى وَالْيَتَمى وَالْمَسَاكِيْنَ وَالْجَارِذِىالْقُرْبى وَالْجَارِالجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِلِ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَنُكُمْ إِنَّ اللّهَ لَايُحِبُّ مَنْ كَانَ مُحْتَا لًا فَخُوْرً ا {  }
“Dan beribadahlah kamu kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Berbuat baiklah kepada orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan suka membangga-banggakan diri. (Q.S An-Nisa (4) : 36)
Penjelasan:
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini, “kemuadian (setelah menyeru bertauhid), Allah swt juga memberi wasiat untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Karena, Allah telah menjadikan mereka berdua sebagai sebab keluarnya engkau dari “tidak ada” menjadi “ada”. Dan banyak sekali Allah menggandengkan perintah beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada kedua orang tua”. (Tafsir al-Qur’an al-Azhim: I/ 611).
Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “ Di dalam ayat ini Allah ta’ala telah memerintahkan kaum mukminin untuk beribadah kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya. Didalamnya juga terdapat perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, dengan cara memahtuhi mereka dalam perbuatan ma’ruf, berbuat baik kepada mereka dan mencegah berbagai bahaya dari mereka”.[7]
c.       Q.S al-Baqarah: 195
Yang artinya:
“Dan belanjakan (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. (Q.S al-Baqarah (2) : 195)
Penjelasan:
Makna ayat diatas ialah perintah untuk membelanjakan harta di jalan Allah dan semua jalan taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) dan taat kepada-Nya, khususnya membelanjakan harta untuk memerangi musuh, kemudian mengalokasikannya untuk sarana dan bekal untuk meperkuat kaum muslim dalam menghadapi musuh-musuh mereka. Melalui ayat ini Allah memberitakan kepada mereka bahwa jika hal ini ditinggalkan, maka akan berakibat kepada kehancuran dan kebinasaan bagi orang yang tidak mau membelanjakan hartanya untuk tujuan tersebut. Kemudian di-‘ataf-kan kepada perintah berbuat baik, yang mana hal ini merupakan amal ketaatan yang paling tinggi. Untuk itu Allah swt berfirman:
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ (البقرة :   )
“Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. (Q.s Al-Baqarah : 195)[8]


d.      Q.S al-Zalzalah ayat 7 & 8
Yang artinya:
7) Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
8) dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.
Penjelasan:
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Hasan dari Sha’sha’ah bin Mu’awiyah paman al-Farazdaq bahwa dia pernah datang menjumpai Nabi saw, lalu membecakan kepadanya ayat, dari 7-8 surat al-zalzalah diatas, Rasulullah SAW mengatakan: “Cukuplah ayat ini bagiku. Aku tak perduli, sekalipun aku tidak mendengarkan yang lainnya”.
Diterangkan dalam shahih Bukhari dari Adi secara marfu’,
قل عليه الصَّلَاةُ وَالسَّلَام : اتَّقُوا النار ولوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ , فَإِنء لَمْ تجدوا فبكلمةٍ طَيِّبَةٍ.
“Peliharalah dirimu dari sentuhan api neraka sekalipun hanya dengan separoh kurma, maka jika kalian tidak melakukannya, lakukanlah oleh kalian walau dengan membaca kalimat thayyibah” (HR Bukhari, 10: 550; Muslim 2: 704, Fathul Baari, 3: 332)
Diriwayatkan Muslim, Nabi saw bersabda:
“Janganlah kalian meremehkan perbuatan baik apapun, sekalipun berupa pencurahan air dari embermu ke dalam bejana orang yang meminta air darimu, atau engkau menemui saudaramu dengan wajah yang ceria-berseri” (HR Muslim 4: 20, 26)[9]
Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsirnya menegaskan “ayat ini telah menyatakan bahwa segala amalan dan usaha, baik maupun buruknya, besar dan kecilnya akan dinilai oleh Tuhan. Baik yang berbuatnya itu orang yang beriman maupun kafir. Tegasnya lagi, amal kebaikan orang kafir dihargai Tuhan, meskipun dia dengan demikian tidak terlepas dari pada hukuman kekafirannya”.
Beliau mengemukkan sebuah ayat di dalam surat al anbiya ayat 47: “Bahwa di hari kiamat itu alat-alat penimbang akan diletakkan dengan sangat adil, sehingga tidak ada satu diri pun yang teraniaya, walaupun sebesar biji dari pada hama (telur hama), semuanya akan dipertimbangkan”.
Dengan demikian orang yang telah mengaku beriman kepada Allah dan Rasul pun begitu. Meskipun dia telah mengaku beriman, namun dosa atau kesalahannya pun akan dipertimbangkan dan diperlihatkan.[10]














4.      Jelaskan upaya penanggulangan keburukan akhlak, jawaban harus merujuk kepada 3 buku yang berbeda dan sebutkan identitas buku tersebut!
Jawab :
Kholid bin Hamid al-Hazimi mengajukan konsep mengenai penanggulangan akhlak yang buruk, antara lain yaitu:
Menyebarluaskan ilmu agama, menerapkan secara konsisten sanksi hukum agama, menghidupkan kegiatan-kegiatan sosial agama di masjid, memberdayakan sarana informasi, memperluas wawasan pemikiran, berupaya untuk menjaga dan membenahi diri masing-masing warga negara dan bergaul dengan orang baik perilakunya.
Metode tersebut sudah ada tuntunanya dalam agama, sehingga kehidupan manusia dapat diarahkan kepada hal-hal yang baik, serta yang berguna untuk menjaga kelangsunagan hidup dengan sesama manusia.
Ilmu agama memberikan tuntunan tentang sesuatu yang diperintahkan oleh Allah swt dan sesuatu yang dilarang-Nya, mengerti ilmu agama berarti mengerti juga cara hidup yang penuh dengan cahaya, yakni masa depan yang menjanjikan, tetapi sebaliknya, jika kita tidak mengerti ilmu agama, berarti kita tak mengerti cara hidup yang menjanjikan.
Contoh dari nilai pendidikan yang diserap oleh generasi muda di masjid yang dapat mempengaruhi kepribadian masing-maisng individu, yaitu antara lain:
a.       Ada nilai kebersamaan yang ditunjukkan dalam sholat berjamaah.
b.      Ada gerakan dari satu komando yang secara lansgung ditunjukkam oleh imam shalat.
c.       Ada unsur demokrasi yangs sering ditunjukkkan
d.      Ada unsusr pengetahuan dan informasi yang dapat diserap oelh para generasi muda dari khutbah jum’at yang diikuti.
e.       Ada do’a bersama yang dipimpin oleh imam.
Sarana informasi berupa media masa yang sangat membantu untuk mempercepat peranan sikap perilaku baik remaja, karena sarana informasi tersebut dapat menayangkan segala macam berita. Maka sebaiknya, ada sarana informsi yang menayangkan sesuatu yang misinya mendidik para generasi muda.
Wawasan keilmuan dan pengetahuan yang diperoleh oleh generasi dari pelajaran dan pengalaman hidupnya, lalu mampu menyikapi sesuatu secara cermat. Denag itu, ia sudah bisa mempertimbangkan sesuatu yang akan dikerjakan.
Selanjutnya, ilmu tasawuf menganjurkan kepada manusia agar selalu mengurangi hal-hal yang disenangi oleh nafsu, antara lain dengan mengurangi bicara yang tidak berfaedah dengan cara merenung, mengurangi makan dan minum dengan cara berpuasa, mengurangi tidur dengan cara bertahjud, sehingga tidak akan ada lagi kesempatan bagi nafsu untuk mempengaruhi manusia dalam melakukan tindakan atau hal-hal yang buruk.[11]










5.      Jelaskan faktor pendorong akhlak mulia, jawaban harus merujuk kepada 3 buku yang berbeda dan sebutkan identitas buku tersebut!
Jawab :
Dalam penjelasan mengenai faktor-faktor yang mendorong pembentukan akhlak, ada 3 aliran yang sudah sangat populer, yakni aliran nativisme, aliran empirisme, dan aliran konveregensi.
Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam pemebentukan diri seseorang adalah faktor bawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat akal, dan lain sebagainya. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan pada yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut akan menjadi baik.
Menurut Hamzah Ya’kub, faktor-faktor yang mempengaruhi atau faktor yang mendorong terbentuknya akhlak dan moral yang mulia, pada dasarnya dipengaruhi dan ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor intern (dari dalam) dan faktor ekstern (dari luar).[12]
a.       Faktor Intern
Faktor ini merupakan faktor yang datang dari diri sendiri. Maksudnya fitrah yang suci merupakan bakat bawaan sejak manusia tersebut lahir dan mengandung pengertian tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruh-pengaruh luarnya.
Setiap anak yang lahir ke dunia ini, ia berarti telah memiliki naluri keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi dirinya seperti unsur-unsur yang ada dalam dirinya yang turut membentuk akhlak atau moral, diantaranya adalah:
1)      Naluri (Insting)
Naluri merupakan kesanggupan untuk melakukan hal-hal yang kompleks tanpa latihan terlebih dahulu, terarah pada tujuan yang berarti bagi si subyek, tidak disadari dan berlangsung secara mekanis.[13]
Ahli-ahli psikologi menerangkan berbagai naluri yang ada pada manusia, yang menjadi pendorong tingkah lakunya, antara lain naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibu-bapakan, naluri berjuang, naluri bertuhan dan lain sebagainya.[14]
2)      Kebiasaan
Kebiasaan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pembentukan akhlak. Kebiasan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudah untuk dikerjakan. Kebiasaan dipandang sebagai fitrah yang kedua setelah nurani, karena 99% perbuatan manusia terjadi karena kebiasaan. Misalnya makan, minum, mandi, cara berpakaian. Hal tersebut merupakan kebiasaan yang sering diulang-ulang.
3)      Keturunan
Ahmad Amin mengatakan bahwa perpindahan sifat-sifat tertentu, dari orang tua kepada keturunannya, ada yang bersifat langsung terhadap anakanya dan tidak langsung terhadap anaknya, misalnya terhadap cucunya. Misalnya, ayahnya adalah seorang pahlawan, belum tentu anaknya menjadi seorang yang pemberani bagaikan pahlawan, bisa saja sifat tersebut turun kepada cucunya.
4)      Keinginan atau kemauan keras
Salah satu kekuatan yang yang berlindung dibalik tingkah laku manusia adalah kemauan keras atau kehendak. Kehendak ini merupakan suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu. Kehendak adalah kekuatan yang timbul dari dalam diri seseorang, hal itulah yang dapat mengerakakan manusia untuk berbuat dengan sungguh-sungguh. Misalnya, seseorang dapat bekerja sampai larut malam dan pergi untuk menuntut ilmu di negeri yang jauh berkat kekuatan ‘azam (kemauan keras).
Dengan demikian, seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang berat dan hebat, sehingga memuat pandangan orang lain karena digerakkan oleh kehendak tersebut. Dari kehendak itulah, akan muncul niat yang baik dan yang buruk, sehingga tingkah laku tersebut menjadi baik dan buruk karennya.
5)      Hati nurani
Dalam diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu-waktu memberikan isyarat apabila tingkah laku manusia tersebut berada diambang bahaya dan keburukan, kekuatan tersebuat adalah “suara batin” atau “suara hati” yang dalam bahasa arab disebut dengan “dha mir”. Dalam bahasa inggris disebut “conscience”. Sedangkan “conscience” adalah sistem nilai moral seseorang, kesadaran akan benar dan salah dalam tingkah laku.
Adapaun fungsi hati nurani ini adalah, memperingati bahayanya perbuatan buruk dan berusaha untuk mencegahnya. Jika sesorang terjerumus melakukan keburukan, maka batin merasa menyesal, dan selain memberikan isyarat untuk mencegah dari keburukan, juga memberikan kekuatan yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang baik. Oleh karena itu, hati nurani termasuk salah satu faktor yang ikut membentuk akhlak manusia.
b.      Faktor Ekstren
Faktor ini merupakan faktor yang datang dari luar, faktor ekstern ini dapat mempengaruhi kelakuan atau perbuatan manusia, antara lain yaitu:
1)      Lingkungan
Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang adalah lingkungan.
2)      Pengaruh Keluarga
Setelah manusia lahir, maka akan terlihat dengan jelas fungsi keluarga dalam pendidikan yang memberikan pengalaman kepada anak, baik melalui penglihatan atau pembinaan menuju terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang lain.
Dengan demikian, orang tua (keluarga) merupakan pusat kehidupan rohani sebagai penyebab perkenalan dengan alam luar tentang sikap, cara berbuat, serta pemikirannya di hari kemudian. Dengan kata lain, keluarga yang melaksanakan pendidikan akan memberikan pengaruh yang besar dalam pembentukan akhlak.
3)      Pengaruh Sekolah
Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga, dimana sekolah dapat mempengaruhi akhlak seorang anak. Didalam sekolah berlangsung beberapa bentuk dasar dari kelangsungan pendidikan,. Pada umumnya yaitu pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan, belajar bekerja sama dengan kawan sekelompok melaksanakan tuntunan-tuntunan dan contoh yang baik, dan belajar menahan diri dari kepentingan orang lain.
4)      Pendidikan Masyarakat
Ahmad D. Marimba mengatakan: “Corak dan ragam yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali.hal ini, meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan. Kebiasaan pengertian (pengetahuan), sikap dan minat maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaa”.[15]

Daftar Referensi buku:
Nomor 1 :
·         Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf: Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hal. 7
·         Samsul Munir Amin. Ilmu Tasawuf, (Jakarta: AMZAH,2012 cetakan ke 1), hal. 7-8
Nomor 2 :
·         Dari Buku Akhlak tasawuf dan Karakter mulia edisi revisi, pengarang: Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., halaman 81
·         Dari Buku Ethika Masyarakat Indonesia, pengarang: M. Said, halaman 23
Nomor 3 :
·         Al-Imam Abdul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir: Juz 15 (Al-Isra 1 s.d. Al-Kahfi 74), hal. 115-117
·         Asyar at-Tafasir: I/ 477 oleh asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy, penerbit Dar Maktabah al-Ulum wa al-Hikam Madinah al-Munawwaroh cetakan pertama tahun 1415 H.
·         Rudy Abu Azka. 2015. Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 195. Di akses dari www.ibnukatsironline.com pada tanggal 07 November 2016 pukul 09:58 WIB
·         Abu Fahmi. 2011. “Tafsir Surat Al-Zalzalah”. Di akses dari http://mahad-ib.blogspot.co.id pada tanggal 07 November 2016 pukul 10.33 WIB dikutip dari
·         Cah cepu, “al-zalzalah ayat 3-8 dikutip dari Tafsir Al azhar yang dikarang oleh Buya Hamka”. Di akses dari http://cahcepu.com pada tanggal 07 November 2016 pukul 09.40 WIB
·         Hadits Arbain An-Nawawiyah terjemah perkata dan penjelasan yang disusun oleh tim penyusun Islamadina, Cetakan ke 1, Rabi’ul Awal 1435/ Januari 2014 M

Nomor 4 :
·         Diakses dari http://pematangteba.blogspot.co.id pada tanggal 07 November 2016 pukul 07.50
Nomor 5 :
·         Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif 1987), hlm. 63
·         Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bnadung: Mandar Maju, 1996) hlm. 100
·         Hamzah Ya’kub, Etika Islam, (Bandung: Di ponegoro, 1993), hlm. 11


[1] Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf: Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hal. 7
[2]  Amir, Samsul Munir. Ilmu Tasawuf, (Jakarta: AMZAH,2012), hal. 7-8
[3] M.Said, Etika masyarakat indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976) hlm. 23
[4] Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia” Edisi revisi, (Jakarata: PT Raja grafindo Persada, 2013), hlm.81
[5] Diakses dari www.ilmusiana.com pada tanggal 07 November 2016 pukul 07.30 WIB
[6] Al-Imam Abdul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir: Juz 15 (Al-Isra 1 s.d. Al-Kahfi 74), hal. 115-117
[7] Asyar at-Tafasir: I/ 477 oleh asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy, penerbit Dar Maktabah al-Ulum wa al-Hikam Madinah al-Munawwaroh cetakan pertama tahun 1415 H.
[8] Abu Azka, Rudy. 2015. Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 195. Di akses dari www.ibnukatsironline.com pada tanggal 07 November 2016 pukul 09:58 WIB
[9] Fahmi, Abu. 2011. “Tafsir Surat Al-Zalzalah”. Di akses dari http://mahad-ib.blogspot.co.id pada tanggal 07 November 2016 pukul 10.33 WIB
[10] Cah cepu, “al-zalzalah ayat 3-8 dikutip dari Tafsir Al azhar yang dikarang oleh Buya Hamka”. Di akses dari http://cahcepu.com pada tanggal 07 November 2016 pukul 09.40 WIB
[11] Diakses dari http://pematangteba.blogspot.co.id pada tanggal 07 November 2016 pukul 07.50
[12] Hamzah Ya’kub, Etika Islam, (Bandung: Di ponegoro, 1993), hlm. 11
[13] Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bnadung: Mandar Maju, 1996) hlm. 100

[15] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif 1987), hlm. 63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar